Membangun kebiasaan
memang tidak mudah, namun sebelum kita membangun kebiasaan yang paling
mendasar adalah kita merubah “mindset” kita. Iya
mindset atau pola pikir. Sadar atau tidak sadar, sesorang akan bersikap
atau bertingkah laku ketika sudah ada pemikiran terhadap sesuatu
tersebut. Jadi secara sederhana pola pikir akan membentuk pola sikap
seseorang.
Contoh nya adalah,
sikap kita terhadap orang yang dikenal akan berbeda sikap kita terhadap
orang yang tidak dikenal, apalagi sikap terhadap orang yang dikenal dan
berhutang dengannya. Karena dalam pikiran, pasti terbesit ada hutang dan
tidak enak kalau belum bayar (karena hutang adalah janji), bagi orang
yang memahami bahwa hutang tersebut janji. Jadi kita bersikap mohon maaf
atau meminta penangguhan pembayaran hutang (pengalaman pribadi). Namun
ada juga orang yang cuek, karena mindset belum terbentuk. Jadi mindset
ini bukan hanya sekedar informasi saja namun juga yang menjadi pemahaman
seseorang, dengan pemahaman itu menjadi dasar dia dalam bertingkah laku
atau bersikap.
Setelah kita
mengetahui bahwa pola pikir kita akan membentuk pola sikap, berarti kita
perlu asupan yang tepat sebagai konsumsi untuk kita berfikir, apabila
sumber asupan tersebut tidak tepat maka pemikiran kita tidak tepat pula.
Allah swt telah memberikan informasi yang tepat dan pasti benar melalui
kitabnya yaitu Alquran dan juga melalui risalahNya yaitu Sunnah
Rasulullah Saw. Dari sinilah insyaAllah kita mendapatkan asupan yang
tepat untuk pemikiran kita, artinya sebagai petunjuk dan jalan hidup
kita adalah islam. Tepat sekali dikatakan islam sebagai the way of life,
sumber asupan untuk kita berfikir.
Lantas apakah kita
tidak boleh belajar dengan siapapun tanpa memandang agama sebagai
patokan? Nah tadi dikatakan memang islam sebagai the way of life, bukan
berarti kita tidak bisa mendapatkan asupan atau informasi untuk
pemikiran kita dari orang yang bukan beragama islam. Islam telah
mengajarkan, serahkanlah urusan itu pada ahlinya, artinya ada
bidang-bidang yang memang kita harus bertanya pada ahlinya.
Untuk ahli agama tentu
saja kita harus merujuk pada ulama sebagai penerus risalah ajaran islam
ini, tentu saja ulama yang berdasarkan dengan kitabullah dan sunnah
rasulullah. Dan juga untuk mencari solusi-solusi akan permasalahan hidup
ini, kita harus merujuk kepada islam sebagai problem solver melalui
tangan-tangan para ulama. Sedangkan bidang-bidang lainnya yang terlepas
dari pengaruh aqidah tertentu maka kita bisa bertanya kepada ahlinya,
dulu ketika Muhammad al faith menaklukkan konstantinopel, pembuatan
meriamnya mengambil ide dan konsep ahli meriam dari kalangan bukan
beragama islam. Berarti islam membolehkan kita belajar kepada siapapun
yang berkenaan dengan sains dan teknologi.
Untuk sains dan
teknologi kita bisa mendapatkan asupan dan informasi dari siapapun tanpa
ada pengaruh terhadap aqidah tertentu. Nanti yang akan mempengaruhi
adalah ketika kita memanfaatkan sainstek tersebut. Bagi pribadi muslim,
sains dan teknologi dipergunakan untuk meningkatkan iman dan takwa,
sehingga kita beribadah sesuai dengan ketentuan. Bukan digunakan malah
untuk menghancurkan. Misalnya mesin-mesin industri pakaian yang
digunakan untuk memproduksi pakaian yang sesuai dengan aturan islam,
menutup aurat dan menampakkan keindahan.
Sementara asupan yang
dipengaruhi oleh aqidah tertentu tentu saja harus kita tolak dan
dihindari dalam rangka menjaga pola pikir kita agar tidak salah dalam
bersikap. Misalnya tentang kebudayan pola hidup, pemikiran-pemikiran
yang dapat merusak tatanan agama hingga tingkah laku kita. Selanjutnya
setelah kita sudah membentuk pola pikir maka kita akan bersikap dan
mulai membangun kebiasaan.
Wallahu’alam
0 komentar:
Posting Komentar