eberapa
aturan pokok (hadits), dan meng- komentari cabang dari Kitab Musnad,
Illat, Tarikh yang kurang lebih mencapai 1000 buah karangan. Jika
demikian (syarat-syarat ini terpenuhi -pent) maka tidak diingkari bahwa
dirinya adalah ahli hadits.
Sehingga yang layak menyandang
gelar ini adalah ‘Para Muhaddits’ generasi awal seperti Imam Bukhari,
Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Nasa’i, Imam Ibn Majah, Imam
Daruquthni, Imam Al-Hakim Naisaburi, Imam Ibn Hibban dan lain-lain.
Lantas siapakah Syeikh Nashiruddin al-Albani…?
Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa pengasuh Majelis Rasulullah SAW Jakarta berkata mengenai Syeikh Al-Albani dalam Forum Tanya Jawab MR , bahwa :
“beliau (Al bani) itu bukan Muhaddits, karena Muhaddits adalah orang yg
mengumpulkan hadits dan menerima hadits dari para peiwayat hadits,
albani tidak hidup di masa itu, ia hanya menukil nukin dari sisa buku
buku hadits yg ada masa kini, kita bisa lihat Imam Ahmad bin Hanbal yg
hafal 1.000.000 hadits (1 juta hadits), berikut sanad dan hukum
matannya, hingga digelari Huffadhudduniya (salah seorang yg paling
banyak hafalan haditsnya di dunia), (rujuk Tadzkiratul Huffadh dan siyar
a’lamunnubala) dan beliau tak sempat menulis semua hadits itu, beliua
hanya sempat menulis sekitar 20.000 hadits saja, maka 980.000 hadits
lainnya sirna ditelan zaman,
Imam Bukhari hafal 600.000 hadits
berikut sanad dan hukum matannya dimasa mudanya, namun beliau hanya
sempat menulis sekitar 7.000 hadits saja pada shahih Bukhari dan
beberapa kitab hadits kecil lainnya, dan 593.000 hadits lainnya sirna
ditelan zaman, demikian para Muhaddits2 besar lainnya, seperti Imam
Nasai, Imam Tirmidziy, Imam Abu Dawud, Imam Muslim, Imam Ibn Majah, Imam
Syafii, Imam Malik dan ratusan Muhaddits lainnya,
Muhaddits
adalah orang yg berjumpa langsung dg perawi hadits, bukan jumpa dg buku
buku, albani hanya jumpa dg sisa sisa buku hadits yg ada masa kini.
Albani bukan pula Hujjatul Islam, yaitu gelar bagi yg telah hafal
300.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya, bagaimana ia mau hafal
300.000 hadits, sedangkan masa kini jika semua buku hadits yg tercetak
itu dikumpulkan maka hanya mencapai kurang dari 100.000 hadits.
AL Imam Nawawi itu adalah Hujjatul islam, demikian pula Imam Ghazali,
Al Habib Alwy bin Abdullah Al-Haddad dan banyak Imam Imam Lainnya.
Albani bukan pula Alhafidh, ia tak hafal 100.000 hadits dengan sanad
dan hukum matannya seperti Almusnid Al Habib Umar bin Hafidh, karena ia
banyak menusuk fatwa para Muhadditsin, menunjukkkan ketidak fahamannya
akan hadits hadits tsb,
Abani bukan pula Almusnid, yaitu pakar
hadits yg menyimpan banyak sanad hadits yg sampai ada sanadnya masa
kini, yaitu dari dirinya, dari gurunya, dari gurunya, demikian hingga
para Muhadditsin dan Rasul saw, orang yg banyak menyimpan sanad seperti
ini digelari Al Musnid, sedangkan Albani tak punya satupun sanad hadits
yg muttashil (bersambung hingga rasulullah saw).
berkata para
Muhadditsin, “Tiada ilmu tanpa sanad” maksudnya semua ilmu hadits,
fiqih, tauhid, alqur;an, mestilah ada jalur gurunya kepada Rasulullah
saw, atau kepada sahabat, atau kepada Tabiin, atau kepada para Imam
Imam, maka jika ada seorang mengaku pakar hadits dan berfatwa namun ia
tak punya sanad guru, maka fatwanya mardud (tertolak), dan ucapannya
dhoif, dan tak bisa dijadikan dalil untuk diikuti, karena sanadnya
Maqtu’.
Contoh sederhana hadist shohih dibawah ini yg telah
sampai kepada kita baik dgn jalan SIMA’ (mendengarkan langsung), ‘ARDHU
(membacakan hafalan hadist pd gurunya), IJAZAH ( idzin meriwayatkan
hadist dgn ucapan atau tulisan), MUNAWALAH (menyalin kitab hadist),
MUKATABAH (tulis menulis), I’LAM (memberitahuan), WASHIYAT (wasiat),
WIJADAH (sekedar mendapatkannya)
Telah disabdakan oleh nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika ditanyakan oleh Abu
Hurairah Ra : “Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling beruntung yang
mendapatkan syafaatmu di hari kiamat?”, maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ
أَوْ نَفْسِهِ
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah SAW: Orang
yang paling beruntung mendapat syafaatku dihari kiamat adalah yang
mengucapkan Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan Selain Allah), ikhlas dari
hatinya atau dari dirinya” (Shahih Bukhari)
Hadist diatas kami dapatkan dari Habib Mundzir.
Dari guru kita Habibana Mundzir bin Fuad Al-Musawa
Dari guru Mulia Al Allamah Al Musnid Alhabib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidh,
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Ibrahim bin Umar bin Aqil bin Yahya
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi (kwitang)
Alhafidh,,
Dari guru beliau Al Muhaddits Al Musnid Alhabib Idrus bin Umar Alhabsyi Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abdullah bin Husein bin Thahir Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Umar bin Segaf
Assegaf Alhafidh,
Dari ayah beliau sekaligus guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Segaf bin Muhammad bin Umar Assegaf
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abdurrahman bin Abdullah Balfaqih
Alhafidh,,
Dari guru beliau Al Allamah Al Muhaddits Al Musnid Alhabib Abdullah bin Alwi Alhaddad
shohiburratib
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Baharun
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abubakar bin Abdurrahhman Ibn Shihabuddin
Alhafidh,,
Dari ayah beliau sekaligus guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib
Abdurrahman bin Shihabuddin Ahmad bin Abdurrahman bin Syeikh Ali
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Muhaddits yang termasyhur Al Imam Muhammad bin Ali Khird
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Muhaddits yang termasyhur Al Imam Muhammad bin Abdurrahman Al Asqa’ Balfaqih
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Musnid Al Muhaddits yang termasyhur Al Imam Abdullah Alaydrus Al Akbar bin Abubakar,
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Musnid Al Imam Umar Al Muhdhor bin Imam Abdurrahman Assegaf
Alhafidh,
Dari ayah beliau sekaligus guru beliau Al Musnid Al Imam Abdurrahman Assegaf bin Muhamad,
Alhafidh,,
Dari guru beliau Al Musnid Al Imam Muhammad bin Alwi shohibul ‘Amaa’im, Alhafidh,
Dari guru beliau Al Musnid Al Imam Abdullah bin Alwi, Alhafidh,
Dari ayahanda beliau sekaligus guru beliau Al Musnid Al Imam Alwi bin Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali,
Alhafidh,
Dari ayahanda beliau sekaligus guru beliau Al Musnid Al Imam Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawiy,
Alhafidh,
Dari guru beliau Al Musnid Al Imam Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadiid, Alhafidh,
Dari guru beliau Al Musnid Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Ibn Abi Shaif Alyamaniy,
Alhafidh,
Dari guru beliau Assyeikh Al Musnid Abil Hasan Ali bin Humaid bin Ammar Al Athrabalsiy,
Alhafidh,
Dari guru beliau Assyeikh Al Musnid Abu Maktum Isa bin Abi Dzarr Al harawiy, Alhafidh,
Dari ayah beliau sekaligus guru beliau Assyeikh Abu Dzarr bin Abd bin Ahmad Al harawiy,
Alhafidh,
Dari guru beliau Abu Ishaq Ibrahim bin Amad Al Balakhiy Almustamaliy, Alhafidh,
Dari guru beliau Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Matharr AL Firabriy,
Alhafidh,
Dari guru beliau Hujjatul Islam wa Barakatul Anaam Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin
Ismail bin Bardizbah Al Bukhari rahimahullah.
Sanad diatas hanya dari satu jalur saja, karena setiap guru memiliki banyak guru.
Sehingga cukuplah hadits dari Baginda Nabi saw. berikut ini untuk
mengakhiri kajian kita ini, agar kita tidak menafsirkan sesuatu yang
kita tidak memiliki pengetahuan tentangnya:
Artinya : ”Akan
datang nanti suatu masa yang penuh dengan penipuan hingga pada masa itu
para pendusta dibenarkan, orang-orang yang jujur didustakan; para
pengkhianat dipercaya dan orang-orang yang amanah dianggap khianat,
serta bercelotehnya para ‘Ruwaibidhoh’. Ada yang bertanya: ‘Apa itu
‘Ruwaibidhoh’? Beliau saw. menjawab: ”Orang bodoh pandir yang
berkomentar tentang perkara orang banyak”
(HR. Al-Hakim jilid 4
hal. 512 No. 8439 — ia menyatakan bahwa hadits ini shohih; HR. Ibn Majah
jilid 2 hal. 1339 no. 4036; HR. Ahmad jilid 2 hal. 219, 338 No.
7899,8440; HR. Abi Ya’la jilid 6 hal. 378 no. 3715; HR. Ath-Thabrani
jilid 18 hal. 67 No. 123; HR. Al-Haitsami jilid 7 hal. 284 dalam Majma’
Zawa’id).
Wallahu a’lamu bish-shawab